Scroll untuk baca artikel
Banner Iklan
Opini

Plesir Dzikir Fikir bersama PRM Adiwerna Tegal

×

Plesir Dzikir Fikir bersama PRM Adiwerna Tegal

Sebarkan artikel ini

Oleh Fathin Hammam – Ketua Takmir Masjid Attaqwa Adiwerna yang juga jamaah PRM Adiwerna yang di amanahi Ketua PDM Kab Tegal.

Jumat malam Sabtu (7-8 Sept 2024) sejumlah 35 orang dari PRM Adiwerna dan Takmir Masjid Attaqwa Adiwerna Tegal mengadakan wisata ke jogjakarta yang dikemas dengan PDF (Plesir Dzikir Fikir).
Dzikir di Masjid Jogokaryan, Fikir ke situs sejarah Muhammadiyah dan Plesir ke Malioboro.

Tujuan pertama adalah masjid Jogokaryan, setelah mengikuti kuliah subuh , kami diterima mas Rosyidi (Ta’mir masjid Jogokaryan) beliau menjelaskan langkah strategis dan praktis bagaimana konsep Manajemen Masjid diterapkan yaitu ada di 3 langkah: Pemetaan, Pelayanan, dan Pemberdayaan.

Pada konteks Pemetaan, bisa diartikan, setiap Masjid harus memiliki peta dakwah yang jelas, wilayah kerja yang nyata, dan jama’ah yang terdata. Pendataan yang dilakukan Masjid terhadap jama’ah mencakup potensi dan kebutuhan, peluang dan tantangan, kekuatan dan kelemahan.

Di masjid Jogokariyan, para Ta’mirnya dibawah kepemimpinan Ustadz HM Jazir ASP, viral dengan istilah “saldo nol” .Karena semangatnya memanfaatkan dana masjid untuk kemaslahatan umat. Beliau juga menginisiasi Sensus Masjid. Pendataan tahunan ini menghasilkan Data Base dan Peta Dakwah komprehensif.

Baca Juga :  Literasi Jembatan Peradaban, Ciptakan Perubahan

Data Base dan Peta Dakwah Jogokariyan tak cuma mencakup nama KK dan warga, pendapatan, pendidikan, dan lainnya, melainkan sampai pada siapa saja yang shalat dan yang belum, yang berjama’ah di Masjid dan yang tidak, yang sudah berqurban dan berzakat di Baitul Maal Masjid Jogokariyan, yang aktif mengikuti kegiatan Masjid atau belum, yang berkemampuan di bidang apa dan bekerja di mana, dan seterusnya. Detail sekali. Pada intinya kita mendapat pelajaran penting bahwa Takmir Masjid harus dapat mengelola jamaah nya dengan berorientasi pada pelayanan jamaah, baik dalam ibadah ataupun soal ekonominya.

Setiap acara, kegiatan serta program masjid selalu kembali pada kenyamanan jamaah serta kesejahteraan jamaah. Setelah tanya jawab dan sarapan pagi
Perjalanan kami lanjutkan ke Masjid Gede Kauman dan napak tilas ke mushola Aisyiyah dan langgar kidoel yang didirikan KH. A Dahlan. Kami di pandu oleh Ustadz Yusuf Jumhar (alumni Muallimin 1998) dan juga Mas Ahmad Pramana Satya (Mahasiswa jurusan Sejarah UGM yang juga masih keturunan keluarga KH.A Dahlan).

Baca Juga :  Kemeriahan Peringatan Hari Santri Nasional di PPM Zaenab Masykur

Siapa sangka, pendirian Ormas Muhammadiyah yang kini memiliki ribuan amal usaha, dimulai dari sebuah langgar kecil kawasan Kauman Yogyakarta.

Langgar yang kini masih berdiri kokoh itu, menjadi bukti sejarah perjalanan panjang Muhammadiyah yang didirikan pada 18 November 1912 oleh Kyai Haji Ahmad Dahlan, seorang abdi dalem Keraton Yogyakarta.

Dari langgar atau surau inilah, Kyai Ahmad Dahlan mengajarkan ilmu agama sekaligus kepekaan para muridnya terhadap sesama.

“Langgar Kidoel KH Ahmad Dahlan tepat di depan rumahnya, masih dalam kompleks rumah beliau. Di langgar itulah memang ada aktivitas keseharian beliau, dan langgar itu berhubungan langsung dengan rumahnya. Jadi ada pintu sambungan dari rumahnya,” kata mas ahmad

Tetapi, dari langgar ini pula hambatan dan fitnah dia hadapi. Film “Sang Pencerah” menggambarkan bagaimana Kyai Dahlan difitnah sebagai kyai palsu hingga langgarnya dirobohkan.

Tak ada catatan pasti kapan hal itu terjadi. Namun menurut catatan dari situs Muhammadiyah, isiden itu terjadi sekitar akhir tahun 1800-an setelah ia pulang berhaji.

Baca Juga :  Inilah Beberapa Program Unggulan Serikat Usaha Muhammadiyah

Langgar ini didirikan kembali pada sekitar 1913 tak lama sepulang haji yang kedua kalinya.

Semenjak itu, ajaran Kyai Dahlan makin mudah diterima dan menyebar di masyarakat sekitar. Ajaran untuk peduli pada orang miskin dan anak yatim, yang diambil dari surat Al-Maun, makin memiliki simpatik. Bentuk konkret dari ajaran itu adalah pendirian sekolah, rumah sakit, panti asuhan, kampus perguruan tinggi yang kini tersebar di seluruh Indonesia, bahkan beberapa sekolah hingga ke luar negeri.

Dikutip dari situs direktori pariwisata, kini bangunan dua lantai dengan tembok tebal sebagai ciri khas bangunan tua itu, kini sudah resmi menjadi cagar budaya.
Dari kunjungan ke langgar kidoel kita juga mendapat informasi lengkap berkaitan silsilah keluarga KHA Dahlan beserta tempat dimana pertama kali beliau mengarahkan arah kiblat yang menghadap masjidil haram.

Setelah banyak belajar tentang masjid dan kemuhammadiyahan para peserta melanjutkan plesiran ke malioboro. Ada guyonan diantara peserta.. Jangan kalah dengan jogokaryan,, ayo belanja yang banyak , jangan sisakan uang sampai saldo nol.. Hehehe..

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *