Oleh : Fathin Hammam – Ketua PDM Kab Tegal
Ada satu modal yang paling penting dalam kita beramal dan berjuang , yaitu Keikhlasan.
Ikhlas, merupakan satu kata yang mudah diucapkan, tapi sulit untuk dilaksanakan. Salah satu ulama yang bernama Sufyan Ats Tsauri pernah berkata, “Sesuatu yang paling sulit untuk aku luruskan adalah niatku, karena begitu seringnya ia berubah-ubah.” Berubah rubahnya niat dalam beramal dan berjuang ini harus diwaspadai , termasuk dalam berjuang di persyarikatan.
Di saat momentum Milad Muhammadiyah ke-112 ini , ada baiknya kita ber muhasabah bersama,, dengan bertanya pada diri masing masing. Sudah ikhlaskah kita dalam Ber-Muhammadiyah?
Ikhlas dalam konteks bermuhammadiyah setidaknya bisa di aplikasikan dalam bentuk 6 sikap :
1. Siap diamanahi jabatan di posisi manapun sesuai kemampuan.
Ikhlas bermuhammadiyah berarti tidak ambisius mengejar jabatan tertentu. Prinsipnya jabatan jangan di cari tapi jika di amanahi jangan lari, yang penting jika di amanahi tidak mengkhianati.
2.Mengikuti regulasi yang berlaku dan tidak bertindak semaunya sendiri.
Ikhlas bermuhammadiyah ditandai dengan menselaraskan diri dengan semua pedoman, peraturan dan kebijakan yang sudah di tetapkan persyarikatan. Ikhlas bermuhammadiyah berarti mau membaca segala rumusan, aturan dan keputusan sehingga tidak semaunya sendiri. Fahamilah regulasi, sesuaikan dengan realitas dan utamakan prioritas semua dilakukan dengan ikhlas.
3.Taat pada periodisasi yang berlaku dan tidak memaksakan kehendak.
Ikhlas Bermuhammadiyah berarti harus taat pada mekanisme kepemimpinan yang berlaku. Bahwa semuanya ada waktunya dan ada orangnya. Tidak ada jabatan yang abadi dalam bermuhammadiyah. Sikapi pergantian dengan biasa saja, karena memang semua jabatan ada batasan periodisasinya baik di level pimpinan atau di AUM (Amal Usaha Muhammadiyah) dan ciri kaderisasi yang dinamis adalah adanya proses pergantian sebagai bentuk penyegaran kepemimpinan.