Siang itu, Mas Pe’i pergi ke warung langganannya dengan niat sekadar menikmati kopi dan gorengan. Warung tersebut milik Yu Marni, yang dikenal dengan gorengannya yang gurih dan enak. Di kursi pojok, terlihat Fata, pemuda tetangganya yang setahu dia adalah seorang mahasiswa di salah satu perguruan tinggi di kotanya.
Setelah memesan, Mas Pe’i duduk di depan Fata yang tampak sedang melamun. Sambil menyapa, dia berkata, “Ngopi, Mas?” Sedikit terkejut, Fata menjawab, “Iya, Mas.” Mas Pe’i kemudian bertanya, “Kenapa, Mas? Saya lihat dari tadi kamu melamun. Nggak kuliah, toh?”
Fata menghela napas sebelum menjawab, “Nah, itu masalahnya, Mas. Saya kepikiran untuk berhenti kuliah saja.” Mas Pe’i menatap heran dan bertanya, “Lhah, kenapa?” sambil menyeruput kopi yang baru saja datang. Fata menjelaskan, “Gini, Mas. Tak pikir-pikir, kuliah itu ngabisin duit banyak. Setelah lulus juga tetap saja harus nyari kerja, dan belum tentu dapat gaji yang sesuai dengan pendidikan.”
“Selain itu, Mas,” lanjut Fata, “Banyak influencer di sosmed bilang kuliah tidak menjamin kita sukses. Buktinya banyak juga orang yang sukses tapi pendidikannya tidak tinggi.” Mas Pe’i tersenyum sambil menyeruput kopi lagi, lalu menjawab, “Oke, bener, Mas. Sekolah memang tidak menjamin seseorang sukses. Dan bener juga, ada contoh orang-orang yang tidak kuliah tapi bisa sukses.”
Merasa mendapat dukungan, Fata berkata, “Nah, bener kan, Mas? Kalau gitu, saya nggak melanjutkan sekolah juga nggak apa-apa, toh?” Mas Pe’i tertawa kecil dan menjawab, “Tapi, Mas Fata, saya mau tanya. Mas tahu nggak berapa persentase orang yang berpendidikan rendah tapi sukses? Dan dari sekian banyak manajer, direktur, atau pemilik perusahaan, persentasenya berapa yang tidak sekolah?”
Terlihat bingung, Fata menjawab, “Nggak tahu, Mas. Memang persentasenya berapa, Mas?” Mas Pe’i tertawa lebar sebelum menjawab, “Hahaha, saya juga nggak tahu, Mas.” Fata ikut tersenyum sambil menggaruk kepala, tampak bingung. “Maksudnya gini loh, Mas,” lanjut Mas Pe’i, “Kita tentu nggak bisa menerima dan menelan mentah-mentah asumsi seseorang atau sekelompok orang. Betul tidak?”
“Iya sih, Mas,” jawab Fata. Mas Pe’i kemudian melanjutkan, “Tentu kita juga perlu mempertanyakan asumsi itu. Sesuai nggak dengan fakta di kehidupan nyata? Penelitian BPS menyebutkan bahwa orang dengan pendidikan tinggi rata-rata memiliki pendapatan lebih bagus, karena dengan pendidikan bagus, lebih berpeluang dapat pekerjaan yang bagus. Begitu pula sebaliknya.”
“Begitu ya, Mas? Jadi menurut Mas Pe’i, lebih baik saya teruskan kuliah saya?” tanya Fata. Mendengar itu, Mas Pe’i tertawa sebelum menjawab, “Ya, terserah kamu. Kan kamu yang lebih tahu mana yang terbaik pada akhirnya. Tapi seperti yang saya bilang tadi, jangan biasakan menerima mentah-mentah asumsi, apalagi ikut-ikutan latah padahal nggak paham. Pikirkan, saring, cek, dan timbang-timbang dulu, gitu, Mas.”
“Baik, Suhu. Akan kuingat petuah dari kisanak,” balas Fata dengan nada bercanda. Mereka pun tertawa bersama, sambil melanjutkan obrolan santai di warung Yu Marni.